10 Kerajinan Tangan Daerah
KERAJINAN DAERAH JAWA TENGAH
“ WAYANG KULIT ”
TERBUAT DARI KULIT KERBAU
CARA PEMBUATAN
:
Direndam dengan air
selama satu hari sampai lunak. Kemudian direntangkan atau dipentangkan dengan
menggunakan tali dan pigura kayu yang kuat. Selanjutnya kulit tersebut dijemur
di bawah terik matahari sampai benar-benar kering. Kulit yang sudah kering
segera ditipiskan dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah bagian rambut
(bagian luar) dan sisa-sisa daging yang masih melekat (bagian dalam). Kulit
dikerok dengan menggunakan pisau atau pethel sedikit demi sedikit
secara hati-hati. Kulit bagian dalam dikerok terlebih dahulu dan lebih banyak
dikurangi agar diperoleh kulit yang berkualitas. Setelah itu, baru dilanjutkan
pengerokan kulit bagian luar. Pengerokan kulit bagian luar hanya sedikit saja
karena bila dilakukan pengurangan terlalu banyak maka kulit yang dihasilkan
akan menjadi mudah patah bila dilipat. Bila perlu, pada bagian ini hanya
dihilangkan rambut-rambutnya saja dan dibersihkan dengan air. Terdapat beberapa
metode yang digunakan untuk mempermudah pengerokan rambut pada kulit, seperti
merendam kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum
dipentangkan. Torehan pisau pada proses pengerokan hanya dilakukan satu arah
dari atas ke bawah. Setelah kulit ditipiskan, sisa-sisa kerokan dibersihkan
dengan air dan bagian yang dikerok dihaluskan dengan amplas. Selanjutnya,
dijemur di panas sinar matahari lagi hingga kering secara merata.
KERAJINAN DAERAH SUMATERA UTARA
“ KAIN ULOS ”
TERBUAT DARI BEBERAPA HELAI BENANG YANG DI TENUN
CARA PEMBUATAN
:
Proses
pembuatan Ulos relatif sama dengan kain tenun tradisional pada umumnya. Sehelai
Ulos dibuat dari beberapa helai benang yang ditenun dengan menggunakan alat
tenun tradisional. Para pengrajin tenun seringkali menyebutnya ATBM, Alat Tenun
Bukan Mesin. Untuk membuat sehelai kain Ulos diperlukan waktu yang relatif
lama. Itulah mengapa, kesabaran dan ketekunan sangat diperlukan ketika
memproduksi sehelai Ulos.
Untuk
memproduksi satu helai Ulos, ada beberapa tahap yang harus dilalui. Pertama,
proses penenunan benang. Proses penenunan ini menentukan motif ataupun jenis
Ulos yang akan diproduksi. Kedua, pewarnaan kain. Biasanya, dominan warna dasar
kain Ulos, Merah, Hitam, dan Putih. Seringkali, mereka menggunakan bahan alami
untuk memberi warna dasar benang ulos. Setelah warna telah siap, barulah kain
yang telah ditenun dicelupkan ke dalam cairan pewarna. Ada yang mengatakan,
proses ini memakan waktu yang relatif lama. Untuk membuat kain dengan beberapa
warna, kain tersebut haruslah dicelup ke dalam pewarna berulang. Setelah
penenunan dan pewarnaan, proses selanjutnya adalah pengeringan. Setelah semua
tahap tersebut telah dilalui, barulah Ulos dapat dibuat sedemikian rupa
mengikuti bentuk kerajinan yang diinginkan.
KERAJINAN DAERAH PAPUA
“ KOTEKA ”
TERBUAT DARI BUAH LABU
PROSES PEMBUATAN :
Labu yang dijadikan
holim adalah labu yang ditanam di atas Uma atau rumah honai perempuan.
Honai sendiri adalah rumah khas masyarakat Papua. Dalam tradisi masyarakat
Dani, tiap Uma wajib memiliki tanaman labu. Tanaman ini akan menjalar hingga
kadang memenuhi atap Uma yang menyerupai jamur.
Sebelum dipetik, labu terlebih dahulu dipilih. Tak ada kriteria khusus dalam memilih labu yang akan dijadikan holim, semua tergantung keinginan sang pemakai. Hari itu, Lasarus memetik sebuah labu yang menyerupai terompet dari atap sebuah Uma untuk saya.
Labu yang telah dipetik kemudian akan dipotong salah satu ujungnya. Bagian yang dipotong memudahkan untuk mengeruk isi dalam serta sebagai media untuk memasukkan alat kelamin ke dalam holim saat telah jadi nantiTujuan dari proses pemanasan ini untuk memudahkan dalam pengosongan dan membersihkan bagian dalam dari labu. Setelah selesai dibakar selama beberapa puluh menit, isi labu kemudian dikerok hingga bersih. Menyisakan bagian luar labu yang kemudian dijemur selama sehari, untuk membuatnya keras dan memberi warna coklat keemasan.
Sebelum dipetik, labu terlebih dahulu dipilih. Tak ada kriteria khusus dalam memilih labu yang akan dijadikan holim, semua tergantung keinginan sang pemakai. Hari itu, Lasarus memetik sebuah labu yang menyerupai terompet dari atap sebuah Uma untuk saya.
Labu yang telah dipetik kemudian akan dipotong salah satu ujungnya. Bagian yang dipotong memudahkan untuk mengeruk isi dalam serta sebagai media untuk memasukkan alat kelamin ke dalam holim saat telah jadi nantiTujuan dari proses pemanasan ini untuk memudahkan dalam pengosongan dan membersihkan bagian dalam dari labu. Setelah selesai dibakar selama beberapa puluh menit, isi labu kemudian dikerok hingga bersih. Menyisakan bagian luar labu yang kemudian dijemur selama sehari, untuk membuatnya keras dan memberi warna coklat keemasan.
KERAJINAN DAERAH KALIMANTAN
“ MANDAU ”
TERBUAT DARI BESI ATAU BAJA
PROSES PEMBUATAN :
Berikut beberapa langkah membuat mandau.
1.
Membuat Bilah
• Menyiapkan bahan untuk membuat mandau yang berupa
bilah-bilah besi dengan ukuran yang kira-kira sesuai dengan ukuran mandau yang
akan dibuat.
• Membakar lempengan besi hingga merah menyala,
kemudian menempa besi tersebut menurut bentuk yang diinginkan. Lalu memasukkan
lempengan besi ke dalam air dingin, lalu membakar dan menempanya kembali.
Proses ini dilakukan berulang-ulang.
• Menggurinda mandau dengan gurinda mesin atau
gurinda tangan sehingga memperoleh bentuk mandau yang sempurna.
• Menyepuh mandau.
• Mengikir bentuk mandau tersebut untuk mendapatkan
ketajaman.
• Mengetam dengan ketam baja untuk menghaluskan
mandau dan untuk menghilangkan bekas pukulan dan sepuhan.
• Menyelip dengan slip mesin untuk mengkilapkan
permukaan mandau.
• Mengetok dengan betel baja untuk menera hiasan
pada mandau.
2.
Membuat Hulu
Setelah pembuatan bilah selesai, langkah berikutnya
adalah membuat hulu atau pegangan mandau. Bahan untuk membuat hulu mandau
adalah kayu yang berserat, misalnya kayu jambu biji atau kayu mahar. Detail
ukiran pada hulu biasanya langsung dikerjakan tanpa menggambar pola terlebih
dahulu.
Bilah mandau dipasang pada hulu dengan cara
menancapkan pangkalnya pada lubang di dataran hulu. Selanjutnya memberi getah
malau pada lubang tersebut di sekeliling besi.
3.
Pembuatan Kumpang
Kumpang dibuat dari kayu pantung. Akan lebih bagus
lagi jika dibuat dari kayu mahar. Setelah bahan pembuat kumpang yang berupa
bilah-bilah kayu diperoleh, langkah selanjutnya adalah memahat bagian dalam
kayu tersebut. Bila kedua bilah kayu tersebut ditangkupkan akan didapatkan
rongga pipih panjang sesuai ukuran bilah mandau. Setelah kedua bilah kayu
tersebut tertangkup baik dan pas, selanjutnya diikat dengan rajutan dari kulit
rotan tiga atau empat bagian. Tahap paling akhir adalah mengukir kumpang dengan
ragam hias bentuk binatang seperti buaya atau ular.
KERAJINAN DAERAH JAWA BARAT
“ BOBOKO ”
TERBUAT DARI BAMBU
PROSES PEMBUATAN :
Boboko merupakan kerajinan tangan yang terbuat dari bambu.
Di gunakan untuk tempat nasi / beras atau untuk tempat bahan makanan atau
sayuran. Ukurannya bermacam-macam, ada yang berdiameter 50 cm, 100 cm, bahkan
ada yang berukuran besar sekitar 3 meter.
Cara pembuatannya tergolong rumit, perlu keahlian khusus. Pertama kita harus menyiapkan sebatang pohon bambu yang sudah tua, kemudian dibersihkan sampai halus. Kemudian bambu dipotong beberapa bagian untuk selanjutnya dibuat kecil-kecil dan tipis. Setelah itu, dibuat bentuk boboko, jika sudah terbentuk, langkah selanjutnya adalah penganyaman, kemudian pengikatan dengan rotan. Untuk lebih jelasnya bisa kita liat pada gambar dibawah ini.Boboko ini ada yang dipakai untuk keperluan sehari-hari, ada juga untuk keperluan pesanan atau dijual di pasar tradisional.
Cara pembuatannya tergolong rumit, perlu keahlian khusus. Pertama kita harus menyiapkan sebatang pohon bambu yang sudah tua, kemudian dibersihkan sampai halus. Kemudian bambu dipotong beberapa bagian untuk selanjutnya dibuat kecil-kecil dan tipis. Setelah itu, dibuat bentuk boboko, jika sudah terbentuk, langkah selanjutnya adalah penganyaman, kemudian pengikatan dengan rotan. Untuk lebih jelasnya bisa kita liat pada gambar dibawah ini.Boboko ini ada yang dipakai untuk keperluan sehari-hari, ada juga untuk keperluan pesanan atau dijual di pasar tradisional.
KERAJINAN DAERAH ACEH
“ TIKAR BECUCUK ”
TERBUAT DARI DAUN PANDAN
PROSES PEMBUATAN :
Bahan baku anyaman pandan adalah daun pandan yang
panjangnya mencapai 2 (dua) meter. Daun pandan disayat atau dibelah- belah
menurut alur memanjang setelah dibersihkan terlebih dahulu. Daun pandan ini
diebus dalam air panas agar menjadi lunak, serta untuk mematikan hama, kemudian
diangkat dan dikeringkan dengan menjemurnya pada panas matahari. Setelah
kering, diberi warna sesuai keinginan dengan mencelupkannya kedalam zat cairan
zat pewarna yang telah dimasak dengan air panas,lalu diaduk hingga rata.
Setelah warna merata, lalu diangkat dan dijemur lagi hingga kering. Setelah
kering, maka pandan ini siap untuk dianyam. Bahan baku yang telah siap pakai
ini dianyam sesuai denga kebutuhan, baik dengan motif yang diinginkan maupun
dalam bentuk polos.
Tikar Pandan Simeulue Masyarakat Aceh sudah
mengenal anyaman pandan dari dahulu khususnya masyarakat di pesisir pantai
dimana banyak terdapat pohon pandan (bak seukeu). Khusus bagi masyarakat
Simeulue menganyak tikar pandan sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara
turun temurun oleh masyarakat disana dan menjadi kegiatan rutin bagi
para\wanitanya. Di Simeulue Barat, Tikar Pandan ini merupakan bagian dari
ritual adat dan biasanya digunakan pada saat upacara pernikahan, menyambut
tamu, upacara kematian dan ucapan doa selamat untuk anak yang baru lahir dan
sebagainya.
KERAJINAN DAERAH SULAWESI SELATAN
“ SARUNG SUTERA BUGIS MAKASAR ”
TERBUAT DARI BENANG SUTERA
PROSES PEMBUATAN :
Proses Pembuatan Kain Sutera Alam Sendiri, Umumnya Memakan
Waktu Selama Sebulan, Mulai Dari Pemintalan Benang Sampai Menjadi Sarung Atau
Produk Tenun Lainnya. Benang Dari Ulat Sutera Setelah Dipintal, Direndam Dalam
Air Mendidih Selama 15 Menit Hingga Warnanya Putih Bersih. Hal Itu Dimaksudkan
Agar Bulu-Bulu Benang Menjadi Rapat, Menghilangkan Kotoran Benang Sekaligus
Membuka Serat Benang.
Selanjutnya, Benang Itu Dicelupkan Ke Cairan Pewarna, Sesuai Warna Yang Diinginkan. Terkadang Proses Pencelupan Harus Dilakukan Berulang-Ulang Dan Mencampur-Campur Beberapa Warna Untuk Mendapatkan Hasil Pewarnaan Yang Baik. Lalu Benang Yang Sudah Diwarnai Itu, Diangin-Anginkan Dan Tidak Boleh Terkena Sinar Matahari Secara Langsung.
Proses Tersebut Tidak Berhenti Sampai Di Situ, Karena Masih Ada Proses Lanjutan Yakni Memberi Kanji Agar Benang Menjadi Licin Dan Tidak Berbulu Saat Ditenun. Belum Lagi Harus Memasukkan Helai-Helai Benang Pada Alat Serupa Sisir. Pengaturan Ini Biasanya Harus Dilakukan Sedemikian Rupa Sesuai Corak Dan Warna Kain Yang Diinginkan. Setelah Itu Proses Menenun Yang Sebenar-Benarnya Barulah Dimulai.
Selanjutnya, Benang Itu Dicelupkan Ke Cairan Pewarna, Sesuai Warna Yang Diinginkan. Terkadang Proses Pencelupan Harus Dilakukan Berulang-Ulang Dan Mencampur-Campur Beberapa Warna Untuk Mendapatkan Hasil Pewarnaan Yang Baik. Lalu Benang Yang Sudah Diwarnai Itu, Diangin-Anginkan Dan Tidak Boleh Terkena Sinar Matahari Secara Langsung.
Proses Tersebut Tidak Berhenti Sampai Di Situ, Karena Masih Ada Proses Lanjutan Yakni Memberi Kanji Agar Benang Menjadi Licin Dan Tidak Berbulu Saat Ditenun. Belum Lagi Harus Memasukkan Helai-Helai Benang Pada Alat Serupa Sisir. Pengaturan Ini Biasanya Harus Dilakukan Sedemikian Rupa Sesuai Corak Dan Warna Kain Yang Diinginkan. Setelah Itu Proses Menenun Yang Sebenar-Benarnya Barulah Dimulai.
KERAJINAN DAERAH INDRAMAYU
“ SOUVENIR SISIK IKAN ”
TERBUAT DARI LIMBAH SISIK IKAN
PROSES PEMBUATAN :
Cara
pembuatannya sendiri tidak terlalu sulit. Pertama-tama, sisik ikan kakap yang
berhasil dikumpulkan dibersihkan sebanyak 2 kali dengan menggunakan deterjen.
Setelah itu, sisik ikan diangin-anginkan hingga kering dengan sendirinya.
Selanjutnya, sisik ikan akan direndam larutan pemutih kemudian diberi pewarna
tekstil. Terakhir, sisik ikan kembali dikeringkan. Jika sudah benar-benar
kering, sisik ikan barulah siap dirangkai sesuai selera.
KERAJINAN DAERAH MADURA
“ BATIK TULIS MADURA ”
TERBUAT DARI LILIN
PROSES PEMBUATAN :
1.
Proses pembuatan batik tulis adalah dengan menggambar pola yang diinginkan
dengan menggunakan pensil pola. Masing-masing wilayah sentra pembuatan batik
tulis di Indonesia memiliki karakter pola yang berbeda di dalam pembuatan batik
tulis. Untuk daerah pesisir utara biasanya menyukai pola bergambar binatang
atau tumbuhan dan memiliki ciri khas warna-warna yang berani. Contohnya batik
tulis Pekalongan dan batik tulis Madura. Sedangkan wilayah tengah hingga ke
selatan biasanya menyukai pola batik dengan gambar abstrak statis. Artinya pola
berulang di keseluruhan kain. Contohnya batik tulis Yogyakarta.
2. Tehnik selanjutnya adalah proses menutupi pola gambar dengan lilin malam (wax). Tujuan proses pelapisan lilin pada pola ini adalah agar bagian pola yang terkena lilin malam akan tetap berwarna putih. Caranya: lilin malam (wax) diproses dengan dipanaskan (direbus) di atas kompor. Tehnik ini perlu hati-hati dan menggunakan api ukuran kecil karena lilin malam mudah terbakar jika bersentuhan dengan api. Setelah lilin mencair maka ditaruh ke dalam canting. Ditiup agar tidak terlalu panas yang dapat merusak kain. Lalu ditorehkan ke kain bagian pola yang akan dibiarkan tetap putih. Saat melapisi kain baik ini, tiup perlahan-lahan bagian yang dilapisi lilin malam agar mongering. Setelah proses pelapisan pola kain dengan lilin malam (wax) selesai, biarkan lilin mongering sempurna.
3. Setelah proses pelapisan lilin malam selesai, siapkan bahan pewarna muda yang ingin dipoleskan kepada kain. Tehnis pemilihan warna muda ini dilakukan agar jika terjadi kesalahan pewarnaan, maka lebih mudah dihilangkan warnanya dengan warna yang lebih tua. Pewarnaan ini bisa dilakukan dengan mencelupkan kain mori ke dalam cairan pewarna atau mengkuaskan warna pada kain mori. Tehnik pencelupan banyak dipakai karena praktis dan cenderung proses pewarnaan merata ke seluruh kain. Lalu dijemur hingga kering.
4. Setelah kering, lakukan proses pelapisan lilin malam (wax) seperti pada point kedua. Kegunaan pelapisan lilin yang kedua ini untuk menutupi bagian yang berwarna muda untuk tetap dibiarkan warnanya. Proses kedua hingga proses keempat ini lakukan berulang-ulang untuk setiap warna yang dikehendaki. Dan yang perlu diperhatikan adalah warna paling tua (gelap) dilakukan terakhir. Tehnik dan proses ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh warna yang diharapkan telah terpenuhi.
5. Setelah selesai tehnis pewarnaan pada kain dalam pembuatan batik tulis ini, maka bagian terakhir dengan melakukan tehnis “Pelorodan”, yaitu tehnik pelepasan lapisan lilin malam (wax) dari kain mori.
2. Tehnik selanjutnya adalah proses menutupi pola gambar dengan lilin malam (wax). Tujuan proses pelapisan lilin pada pola ini adalah agar bagian pola yang terkena lilin malam akan tetap berwarna putih. Caranya: lilin malam (wax) diproses dengan dipanaskan (direbus) di atas kompor. Tehnik ini perlu hati-hati dan menggunakan api ukuran kecil karena lilin malam mudah terbakar jika bersentuhan dengan api. Setelah lilin mencair maka ditaruh ke dalam canting. Ditiup agar tidak terlalu panas yang dapat merusak kain. Lalu ditorehkan ke kain bagian pola yang akan dibiarkan tetap putih. Saat melapisi kain baik ini, tiup perlahan-lahan bagian yang dilapisi lilin malam agar mongering. Setelah proses pelapisan pola kain dengan lilin malam (wax) selesai, biarkan lilin mongering sempurna.
3. Setelah proses pelapisan lilin malam selesai, siapkan bahan pewarna muda yang ingin dipoleskan kepada kain. Tehnis pemilihan warna muda ini dilakukan agar jika terjadi kesalahan pewarnaan, maka lebih mudah dihilangkan warnanya dengan warna yang lebih tua. Pewarnaan ini bisa dilakukan dengan mencelupkan kain mori ke dalam cairan pewarna atau mengkuaskan warna pada kain mori. Tehnik pencelupan banyak dipakai karena praktis dan cenderung proses pewarnaan merata ke seluruh kain. Lalu dijemur hingga kering.
4. Setelah kering, lakukan proses pelapisan lilin malam (wax) seperti pada point kedua. Kegunaan pelapisan lilin yang kedua ini untuk menutupi bagian yang berwarna muda untuk tetap dibiarkan warnanya. Proses kedua hingga proses keempat ini lakukan berulang-ulang untuk setiap warna yang dikehendaki. Dan yang perlu diperhatikan adalah warna paling tua (gelap) dilakukan terakhir. Tehnik dan proses ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh warna yang diharapkan telah terpenuhi.
5. Setelah selesai tehnis pewarnaan pada kain dalam pembuatan batik tulis ini, maka bagian terakhir dengan melakukan tehnis “Pelorodan”, yaitu tehnik pelepasan lapisan lilin malam (wax) dari kain mori.
KERAJINAN DAERAH YOGYAKARTA
“ KALIGRAFI BAMBU ”
TERBUAT DARI BAMBU
PROSES PEMBUATAN :
Proses pembuatan
Selain unik, kualitas karya seni
bambu ini juga tidak kalah bila dibandingkan dengan kerajinan kayu dan
sejenisnya. Bahan dasar bambu yang dipakai adalah bambu wulung, apus,
petung dan jenis-jenis bambu lain yang mempunyai ketebalan yang ideal
dengan ukurannya. Bambu yang dipilih adalah bambu yang benar-benar sudah tua
dan pengambilannya dilakukan pada musim kemarau agar kandungan patinya rendah.
Sebelum diolah menjadi karya seni
kaligrafi, bambu harus melalui beberapa proses agar hasil dan kualitasnya bisa
maksimal antara lain, pengawetan,pemotongan, penghalusan, perangkaian,
pengecatan dan penempelan.
1. Pengawetan dimulai dengan
perendaman dalam air tergenang selama 2 minggu, diikuti oleh uap panas(oven)
selama 5 jam, perebusan dalam air selama 3 jam dan perebusan dalam larutan asam
klorida 3% selama 4 jam.
2. Pemotongan harus dilakukan
dengan teliti dan hati-hati supaya hasilnya rapi dan kulitnya tidak terkelupas,
3. Penghalusan bambu dengan cara
pengamplasan
4. Perangkaian dilakukan dengan
mengikuti serat dan lengkungan bambu sehingga terbentuk huruf-huruf kaligrafi
yang indah dengan kesan tiga dimensi.
5. Pengecatan, ada beberapa
pilihan pengecatan yaitu warna natural, solid dan gradasi dengan kesan glossy
atau doff, agar terkesan alami biasanya dipilih cat warna natural doff.
6. Penempelan, rangkaian huruf
kaligrafi disusun sesuai desain yang diinginkan dengan mengikuti lengkungan
bambu tanpa menyalahi kaidah kaligrafi islam maupun latin, dan ditempelkan
dengan lem khusus ke background.
7. Proses akhir adalah pemberian
bingkai dan kaca.
sumber : http://ipank-aditya-pratama.blogspot.co.id/2014/08/10-kerajinan-tangan-daerah.html
Pakaian Adat Jawa Barat
Dalam gaya berpakaian, masyarakat suku Sunda mengenal beberapa jenis
baju adat yang didasarkan pada fungsi, umur, atau tingkatan sosial
kemasyarakatan pemakainya. Berdasarkan tingkat strata sosial pemakai
misalnya, pakaian adat Jawa Barat dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu
pakaian rakyat jelata, kaum menengah, dan para bangsawan.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
1. Pakaian Adat untuk Rakyat Jelata
Bagi rakyat jelata, laki-laki Sunda pada masa silam selalu mengenakan
pakaian yang sangat sederhana. Mereka mengenakan celana komprang atau
pangsi yang dilengkapi dengan sabuk kulit atau kain. Sebagai atasan,
baju kampret atau baju salontren yang dilengkapi sarung poleng yang
diselempangkan menyilang di bahu tak pernah lepas dalam menjalani
keseharian.
Pakaian adat Sunda tersebut juga akan dilengkapi dengan penutup kepala
bernama ikat logen model hanjuang nangtung atau barangbang semplak dan
alas kaki berupa tarumpah atau terompah dari kayu.
Untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan juga terbilang
sederhana. Perlengkapan seperti sinjang kebat (kain batik panjang),
beubeur (ikat pinggang), kamisol (kutang atau BH), baju kebaya, dan
selendang batik merupakan pilihan utama. Sebagai riasan pelengkap, gaya
pakaian tersebut juga akan disertai dengan hiasan rambut yang digelung
jucung (disanggul kecil ke atas), aksesoris berupa geulang akar bahar
(gelang akar bahar), ali meneng (cincin polos), suweng pelenis (giwang
bundar), dan alas kaki berupa sendal keteplek (sendal jepit).
2. Pakaian Adat untuk Kaum Menengah
Beda kelas, beda pula tampilannya. Untuk mereka yang terbilang kaum
menengah dalam strata sosial, penggunaan pakaian adat Jawa Barat
dikhususkan dengan tambahan beberapa pernik. Para pria selain akan
menggunakan baju bedahan putih, kain kebat batik, alas kaki sandal
tarumpah, sabuk (beubeur), dan ikat kepala, mereka juga akan mengenakan
arloji rantai emas yang digantungkan di saku baju sebagai kelengkapan
berbusana.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Sementara untuk para wanitanya, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan
adalah kebaya beraneka warna sebagai atasan, kain kebat batik beraneka
corak sebagai bawahan, beubeur (ikat pinggang), selendang berwarna, alas
kaki berupa selop atau kelom geulis, dan perhiasan berupa kalung,
gelang, giwang, dan cincin yang terbuat dari perak atau emas.
3. Pakaian Adat untuk Bangsawan
Bagi para bangsawan atau menak, pakaian yang digunakan adalah simbol
keagungan. Oleh karenanya, dari segi desain, pakaian ini terlihat
sebagai pakaian adat Jawa Barat yang paling rumit dan estetik.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Bagi para pria bangsawan, pakaian adat Sunda yang mereka kenakan terdiri
dari jas tutup berbahan beludru hitam yang disulam benang emas
menyusuri tepi dan ujung lengan, celana panjang dengan motif sama, kain
dodot motif rengreng parang rusak, benten atau sabuk emas, bendo untuk
tutup kepala, dan selop hitam sebagai alas kaki.
Sedangkan untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan
kebaya beludru hitam bersulam benang emas, kain kebat motif rereng, dan
alas kaki berupa sepatu atau selop berbahan beludru hitam bersulam
manik-manik. Tak lupa beberapa pernik perhiasan juga dikenakan seperti
tusuk konde emas untuk rambut yang disanggul, giwang, cincin, bros,
kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan beberapa perhiasan lain
yang terbuat dari emas bertahta berlian.
Baju Adat Sunda yang Resmi
Karena memiliki beragam jenis pakaian adat, provinsi Jawa Barat kemudian
membuat standar baku baju adatnya sejak beberapa dasawarsa terakhir.
Pakaian adat Jawa Barat yang resmi tersebut dapat kita lihat pada acara
pemilihan mojang dan jajaka yang selalu digelar setiap tahunnya. Berikut
ini adalah gambar dari pakaian resmi tersebut.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Para jajaka menggunakan jas takwa atau jas tutup dengan warna bebas
(lebih sering hitam), celana panjang dengan warna yang sama, kain
samping yang diikatkan di pinggang, penutup kepala berupa bendo, dan
alas kaki selop. Hiasan yang dikenakan hanya berupa jam rantai yang
biasanya dijepitkan pada saku jas.
Sementara untuk para mojang, mereka akan menggunakan pakaian berupa
kebaya polos dengan hiasan sulam, kain kebat, beubeur (ikat pinggang),
kutang (kamisol), karembong (selendang) sebagai pemanis, dan alas kaki
berupa selop dengan warna sama seperti warna kebaya. Adapun untuk
hiasannya yaitu tusuk konde berhias bunga untuk rambut disanggul,
giwang, cincin, bros, kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan
beberapa perhiasan lain yang terbuat dari emas bertahta berlian.
Baca Juga : Pakaian Adat Bengkulu
Pakaian Pengantin Adat Sunda
Untuk keperluan upacara adat perkawinan, para pengantin adat Sunda akan
mengenakan pakaian khusus yang dinamai pakaian Pengantin Sukapura.
Pakaian ini untuk mempelai pria berupa jas tutup berwarna putih yang
dilengkapi ikat pinggang warna putih, kain rereng sebagai bawahan, tutup
kepala bendo motif rereng pula, dan selop berwarna putih. Untuk
hiasannya, kalung panjang dari bunga melati dan keris atau kujang
sebagai senjata tradisionalnya.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Sementara untuk mempelai wanita, atasannya berupa kebaya brukat warna
putih, bawahan berupa kain rereng eneng, benten atau ikat pinggang warna
emas, dan alas kaki selop warna putih. Adapun hiasannya berupa
perhiasan kilat bahu, kalung panjang, gelang, bros, giwang, dan cincin,
serta sanggulan rambut yang dilengkapi hiasan siger subadra lima untaian
bunga sedap malam (mangle), dan tujuh buah kembang goyang.
Nah, demikian yang dapat kami jelaskan mengenai beragam jenis pakaian
adat Jawa Barat atau pakaian adat Sunda. Semoga dengan mengenali pakaian
adat ini, kita semua dapat melestarikan warisan budaya leluhur kita,
terlebih bagi Anda yang orang Sunda. Terimakasih!
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-jawa-barat-sunda-gambar.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-jawa-barat-sunda-gambar.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Pakaian Adat Jawa Barat
Dalam gaya berpakaian, masyarakat suku Sunda mengenal beberapa jenis
baju adat yang didasarkan pada fungsi, umur, atau tingkatan sosial
kemasyarakatan pemakainya. Berdasarkan tingkat strata sosial pemakai
misalnya, pakaian adat Jawa Barat dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu
pakaian rakyat jelata, kaum menengah, dan para bangsawan.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
1. Pakaian Adat untuk Rakyat Jelata
Bagi rakyat jelata, laki-laki Sunda pada masa silam selalu mengenakan
pakaian yang sangat sederhana. Mereka mengenakan celana komprang atau
pangsi yang dilengkapi dengan sabuk kulit atau kain. Sebagai atasan,
baju kampret atau baju salontren yang dilengkapi sarung poleng yang
diselempangkan menyilang di bahu tak pernah lepas dalam menjalani
keseharian.
Pakaian adat Sunda tersebut juga akan dilengkapi dengan penutup kepala
bernama ikat logen model hanjuang nangtung atau barangbang semplak dan
alas kaki berupa tarumpah atau terompah dari kayu.
Untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan juga terbilang
sederhana. Perlengkapan seperti sinjang kebat (kain batik panjang),
beubeur (ikat pinggang), kamisol (kutang atau BH), baju kebaya, dan
selendang batik merupakan pilihan utama. Sebagai riasan pelengkap, gaya
pakaian tersebut juga akan disertai dengan hiasan rambut yang digelung
jucung (disanggul kecil ke atas), aksesoris berupa geulang akar bahar
(gelang akar bahar), ali meneng (cincin polos), suweng pelenis (giwang
bundar), dan alas kaki berupa sendal keteplek (sendal jepit).
2. Pakaian Adat untuk Kaum Menengah
Beda kelas, beda pula tampilannya. Untuk mereka yang terbilang kaum
menengah dalam strata sosial, penggunaan pakaian adat Jawa Barat
dikhususkan dengan tambahan beberapa pernik. Para pria selain akan
menggunakan baju bedahan putih, kain kebat batik, alas kaki sandal
tarumpah, sabuk (beubeur), dan ikat kepala, mereka juga akan mengenakan
arloji rantai emas yang digantungkan di saku baju sebagai kelengkapan
berbusana.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Sementara untuk para wanitanya, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan
adalah kebaya beraneka warna sebagai atasan, kain kebat batik beraneka
corak sebagai bawahan, beubeur (ikat pinggang), selendang berwarna, alas
kaki berupa selop atau kelom geulis, dan perhiasan berupa kalung,
gelang, giwang, dan cincin yang terbuat dari perak atau emas.
3. Pakaian Adat untuk Bangsawan
Bagi para bangsawan atau menak, pakaian yang digunakan adalah simbol
keagungan. Oleh karenanya, dari segi desain, pakaian ini terlihat
sebagai pakaian adat Jawa Barat yang paling rumit dan estetik.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Bagi para pria bangsawan, pakaian adat Sunda yang mereka kenakan terdiri
dari jas tutup berbahan beludru hitam yang disulam benang emas
menyusuri tepi dan ujung lengan, celana panjang dengan motif sama, kain
dodot motif rengreng parang rusak, benten atau sabuk emas, bendo untuk
tutup kepala, dan selop hitam sebagai alas kaki.
Sedangkan untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan
kebaya beludru hitam bersulam benang emas, kain kebat motif rereng, dan
alas kaki berupa sepatu atau selop berbahan beludru hitam bersulam
manik-manik. Tak lupa beberapa pernik perhiasan juga dikenakan seperti
tusuk konde emas untuk rambut yang disanggul, giwang, cincin, bros,
kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan beberapa perhiasan lain
yang terbuat dari emas bertahta berlian.
Baju Adat Sunda yang Resmi
Karena memiliki beragam jenis pakaian adat, provinsi Jawa Barat kemudian
membuat standar baku baju adatnya sejak beberapa dasawarsa terakhir.
Pakaian adat Jawa Barat yang resmi tersebut dapat kita lihat pada acara
pemilihan mojang dan jajaka yang selalu digelar setiap tahunnya. Berikut
ini adalah gambar dari pakaian resmi tersebut.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Para jajaka menggunakan jas takwa atau jas tutup dengan warna bebas
(lebih sering hitam), celana panjang dengan warna yang sama, kain
samping yang diikatkan di pinggang, penutup kepala berupa bendo, dan
alas kaki selop. Hiasan yang dikenakan hanya berupa jam rantai yang
biasanya dijepitkan pada saku jas.
Sementara untuk para mojang, mereka akan menggunakan pakaian berupa
kebaya polos dengan hiasan sulam, kain kebat, beubeur (ikat pinggang),
kutang (kamisol), karembong (selendang) sebagai pemanis, dan alas kaki
berupa selop dengan warna sama seperti warna kebaya. Adapun untuk
hiasannya yaitu tusuk konde berhias bunga untuk rambut disanggul,
giwang, cincin, bros, kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan
beberapa perhiasan lain yang terbuat dari emas bertahta berlian.
Baca Juga : Pakaian Adat Bengkulu
Pakaian Pengantin Adat Sunda
Untuk keperluan upacara adat perkawinan, para pengantin adat Sunda akan
mengenakan pakaian khusus yang dinamai pakaian Pengantin Sukapura.
Pakaian ini untuk mempelai pria berupa jas tutup berwarna putih yang
dilengkapi ikat pinggang warna putih, kain rereng sebagai bawahan, tutup
kepala bendo motif rereng pula, dan selop berwarna putih. Untuk
hiasannya, kalung panjang dari bunga melati dan keris atau kujang
sebagai senjata tradisionalnya.
Pakaian Adat Jawa Barat (Sunda)
Sementara untuk mempelai wanita, atasannya berupa kebaya brukat warna
putih, bawahan berupa kain rereng eneng, benten atau ikat pinggang warna
emas, dan alas kaki selop warna putih. Adapun hiasannya berupa
perhiasan kilat bahu, kalung panjang, gelang, bros, giwang, dan cincin,
serta sanggulan rambut yang dilengkapi hiasan siger subadra lima untaian
bunga sedap malam (mangle), dan tujuh buah kembang goyang.
Nah, demikian yang dapat kami jelaskan mengenai beragam jenis pakaian
adat Jawa Barat atau pakaian adat Sunda. Semoga dengan mengenali pakaian
adat ini, kita semua dapat melestarikan warisan budaya leluhur kita,
terlebih bagi Anda y
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-jawa-barat-sunda-gambar.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-jawa-barat-sunda-gambar.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar